Langsung ke konten utama

Nyanyian Akar Rumput

Jalan raya dilebarkan
Kami terusir
Mendirikan kampung
Digusur
Kami pindah-pindah
Menempel di tembok-tembok
Dicabut
Terbuang

Kami rumput
Butuh tanah
Dengar!
Ayo gabung ke kami
Biar jadi mimpi buruk presiden!

Karya Wiji Thukul

Komentar

Paling Banyak Dibaca

Kopi, Lukisan, Kenangan

Lihat.. Tepat setelah lampu-lampu di padamkan Kau menyala sebagai satu-satunya yang aku rindukan Disini.. Di tempat yang paling kamu hindari, aku pernah berdiri Menggores kata menulis warna Pada ratapan panjang yang menguat dalam dinding kecemasan Aku mengisahkan kenangan di kepasrahan yang begitu lapang Retak berserakan, tanpa kediaman Terkoyak sepi, melayang di antara pekat aroma kopi Dengar.. Tepat setelah jejak-jejak di langkahkan Kau menyapa sebagai satu-satunya yang ku nantikan Disini.. Di peluk yang pernah kau nikmati, aku masih sendiri Mencari kehilangan, menemui perpisahan Pada letupan kenang yang memuat kekosongan Aku membicarakann senyummu di keindahan yang telah hilang Hancur berkeping, tersapu kesunyian, terinjak lara Terlarut dalam pahit di seduh air mata Tunggu.. Santailah sejenak.. Karna tepat setelah meja-meja di tinggalkan Kedai ini menyesak sebagai satu-satunya keterangan Satu kisah yang pernah kita upayakan Beribu rencana yang pernah ...

Subuh

Kalau subuh kedengaran tabuh Semua sepi sunyi sekali Bulan seorang tertawa terang Bintang mutiara bermain cahaya Terjaga aku tersentak duduk Terdengar irama panggilan jaya Naik gembira meremang roma Terlihat panji terkibar di muka Seketika teralpa; Masuk bisik hembusan setan Meredakan darah debur gemuruh Menjatuhkan kelopak mata terbuka Terbaring badanku tiada berkuasa Tertutup mataku berat semata Terbuka layar gelanggang angan Terulik hatiku di dalam kelam Tetapi hatiku, hatiku kecil Tiada terlayang di awang dendang Menanggis ia bersuara seni Ibakan panji tiada terdiri. Karya Asrul Sani

Sajak Tafsir

Kau bilang aku burung? Jangan sekali-kali berkhianat kepada sungai, ladang, dan batu. Aku selembar daun terakhir yang mencoba bertahan di ranting, yang membenci angin. Aku tidak suka membayangkan keindahan kelebat diriku yang memimpikan tanah Tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkanku ke dalam bahasa abu. Tolong tafsirkan aku sebagai daun terakhir, agar suara angin yang meninabobokan ranting itu padam. Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat untuk bisa lebih lama bersamamu. Tolong ciptakan makna bagiku, apa saja Aku selembar daun terakhir yang ingin menyaksikanmu bahagia Ketika sore tiba. Karya Sapardi Djoko Damono